Kamis, 06 Mei 2010

Perbedaan UU ITE Indonesia dengan negara lain

pernah kita mendengar tentang CYBERCRIME biasa kita sebut kejahatan dunia maya yang mana pasti banyak merugikan pasa salah satu belah pihak.Untuk itu di berbagai negara membuat UU ITE yang mana dapat membantu mencegah maraknya cybercrime..
berikut adalah UU ITE di berbagai negara di asia...
pertama kita ke indonesia...

CYBERLAW DI INDONESIA

UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau memang benar cyberlaw, perlu kita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua terlingkupi? Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:

1. Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.
2.Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS), Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.

Cybercrime menjadi isu yang menarik dan kadang menyulitkan karena:

* Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial negara
* Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
* Sulitnya pembuktian karena data elektronik relatif mudah untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam hitungan detik
* Pelanggaran hak cipta dimungkinkan secara teknologi
* Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dsb

Contoh gampangnya rumitnya cybercrime dan cyberlaw:

* Seorang warga negara Indonesia yang berada di Australia melakukan cracking sebuah server web yang berada di Amerika, yang ternyata pemilik server adalah orang China dan tinggal di China. Hukum mana yang dipakai untuk mengadili si pelaku?
* Seorang mahasiswa Indonesia di Jepang, mengembangkan aplikasi tukar menukar file dan data elektronik secara online. Seseorang tanpa identitas meletakkan software bajakan dan video porno di server dimana aplikasi di install. Siapa yang bersalah? Dan siapa yang harus diadili?
* Seorang mahasiswa Indonesia di Jepang, meng-crack account dan password seluruh professor di sebuah fakultas. Menyimpannya dalam sebuah direktori publik, mengganti kepemilikan direktori dan file menjadi milik orang lain. Darimana polisi harus bergerak?

INDONESIA DAN CYBERCRIME

Paling tidak masalah cybercrime di Indonesia yang sempat saya catat adalah sebagai berikut:

* Indonesia meskipun dengan penetrasi Internet yang rendah (8%), memiliki prestasi menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding). Menduduki urutan 2 setelah Ukraina (ClearCommerce)
* Indonesia menduduki peringkat 4 masalah pembajakan software setelah China, Vietnam, dan Ukraina (International Data Corp)
* Beberapa cracker Indonesia tertangkap di luar negeri, singapore, jepang, amerika, dsb
* Beberapa kelompok cracker Indonesia ter-record cukup aktif di situs zone-h.org dalam kegiatan pembobolan (deface) situs
* Kejahatan dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus (APJII)
* Sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun (AKKI)
* Layanan e-commerce di luar negeri banyak yang memblok IP dan credit card Indonesia. Meskipun alhamdulillah, sejak era tahun 2007 akhir, mulai banyak layanan termasuk payment gateway semacam PayPal yang sudah mengizinkan pendaftaran dari Indonesia dan dengan credit card Indonesia


MUATAN UU ITE

Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan adalah sebagai berikut:

* Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
* Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
* UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
* Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
* Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))




Beberapa hal penting yang menjadi perhatian dalam setiap cyberlaw di negara ASEAN, khususnya yang berhubungan dengan e-commerce antara lain;

1. Perlindungan hukum terhadap konsumen.

• Indonesia
UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat kontrak.
• Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen.
• Filipina
Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 menyebutkan bahwa siapa saja yang menggunakan transaksi secara elektronik tunduk terhadap hukum yang berlaku.
Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.

2. Perlindungan terhadap data pribadi serta privasi.

• Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang memberlakukan cyberlaw yang mengatur e-commerce code untuk melindungi data pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet.
• Indonesia
Sudah diatur dalam UU ITE.
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan,

Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.

3. Cybercrime

Sampai dengan saat ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki cyberlaw yang mengatur tentang cybercrime atau kejahatan di internet yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu.

4. Spam

Spam dapat diartikan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.
• Singapura
Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007)
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
• Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada.

5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam suatu situs

Lima negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Singapura serta Indonesia telah menetapkan cyberlaw yang mengatur pemuatan materi online yang mengontrol publikasi online berdasarkan norma sosial, politik, moral, dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.

6. Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright

Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.

7. Penggunaan Nama Domain

Saat ini ada lima negara yaitu Brunei, Kamboja, Malayasia, Vietnam termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang mengatur penggunaan nama domain. Detail aturan dalam setiap negara berbeda-beda dan hanya Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet under the Top Level ‘kh’ 1999.

8. Electronic Contracting

Saat ini hampir semua negara ASEAN telah memiliki regulasi mengenai Electronic contracting dan tanda tangan elektronik atau electronik signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE.
Sementara Laos dan Kamboja masih berupa rancangan.
ASEAN sendiri memberi deadline Desember 2009 sebagai batas waktu bagi setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak elektronik dan tanda tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet atau e-commerce di ASEAN.

9. Online Dispute resolution (ODR)

ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
• Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
• Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
• Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
• Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justice.
• Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.



sumber : http://romisatriawahono.net/2008/04/24/analisa-uu-ite/
http://google.com/

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls